“Hal itu bisa benar jika FH mengakui, sementara sejak awal FH dan HRS membantah hal tersebut,” ujar Ketua Eksekutif Nasional KSHUMI, Chandra Purna Irawan MH.
FH yang dimaksud adalah Firza Husein, wanita yang oleh pihak tertentu termasuk kepolisian dihubung-hubungkan dengan HRS terkait penetapan status itu.
Dalam penetapan status itu, jelas Chandra, kelengkapan syarat adanya bukti permulaan yang cukup untuk menjerat seorang saksi menjadi tersangka belum terpenuhi.
“Dalam hukum pidana, penetapan seseorang sebagai tersangka haruslah melalui prosedur dan tahapan, yang itu sudah ada pengaturannya dengan minimal dua alat bukti yang sah,” jelas Chandra.
Soal tudingan “chat” yang dikait-kaitkan dengan kasus ini, ia menjelaskan, “Jika chatting itu dianggap sebagai tindak pidana, maka itu tidak ada dasar hukumnya karena chatting itu tidak masuk ke ranah publik.”
Kemudian, sambungnya, jika “chat” yang dituduhkan polisi dilakukan dengan telepon genggam atau gadget pribadi, maka dalam hukum pidana itu tidak dilarang.
Sumber : Hidayatullah.com
0 coment�rios:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.