Memusuhi Qatar Untungkan Israel dan Iran
Oleh: Muhammad Pizaro
SITUASI dunia Arab memanas. Tujuh negara, yakni Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab, Mesir, Yaman dan Libya, secara resmi memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar. Doha dituding mendukung terorisme karena dukungannya kepada Ikhwanul Muslimin.Qatar juga disebut-sebut memiliki kedekatan dengan Iran hingga membuat Arab Saudi tersinggung. Benarkah?
Sumbangsih Qatar untuk Dunia Islam
Sejatinya, peran Qatar bagi dunia Islam begitu besar. Pemerintah Qatar juga memberikan dukungan kemanusiaan dalam krisis internasional. Termasuk dukungan-dukungan politik terhadap kelompok-kelompok Islam dalam isu demokratisasi di di Libya, Suriah, dan dukungan untuk Ikhwanul Muslimin di Mesir. (Lihat: Dr. Bernd Kaussler, Tracing Qatar’s Foreign Policy and its Impact on Regional Security, Research Paper, Arab Center for Research and Policy Studies, 2015).
Jika kita melongok ke Bumi Syam, maka kiprah Qatar untuk membantu warga Gaza sudah tidak perlu dipertanyakan lagi. Ratusan juta dolar sudah digelontorkan Qatar demi kemakmuran masyarakat Palestina yang dijajah Israel.
Selama tahun-tahun blokade, Qatar telah menanggung semua pengeluaran Gaza dalam hal kemanusiaan, politik, ekonomi dan informasi.
Pada tahun 2012, pemimpin Hamas menandatangani kesepakatan bantuan dana dari pemerintah Qatar, dengan nilai lebih dari 250 juta dolar AS. Dana bantuan itu diperuntukan bagi proyek-proyek rekonstruksi di Jalur Gaza, diantaranya untuk membangun 5 ribu rumah dan merenovasi 55 ribu rumah yang hancur atau rusak berat akibat serangan Israel tiga tahun lalu.
Yayasan Hamad ben Jasim di Qatar juga telah menyumbang 10 juta dollar untuk membangun rumah sakit yang sangat dibutuhkan di Gaza.
Qatar juga telah memperkerjakan para pengajar Gaza untuk bekerja di negaranya, selain mencarikan kesempatan untuk bidang kerja lainya di negara kaya minyak itu.
Baru-baru ini, Emir Qatar, Syeikh Tamim Hamad al-Thani juga telah menyetujui pemberian jaminan keuangan bank senilai 30 juta dollar untuk tiga bulan ke depan, guna membiayai 161 proyek listrik Gaza. Ia juga menyediakan 100 juta dollar untuk menjamin proyek pembangunan Jalur Gaza. Selain itu, Qatar juga mengalokasikan dana 25 juta dollar membangun sebuah rumah sakit di Rafah, senilai 25 juta dollar.Itu baru sedikit data mengenai kiprah Qatar membangun Palestina.
Qatar telah mendukung Hamas memerangi penjajah Zionis selama dekade terakhir dan menjadi tuan rumah bagi mantan pemimpin Hamas Khaled Meshaal selama lima tahun terakhir di Doha. Pada tahun 2012, Emir Qatar Sheikh Hamad bin Khalifa al-Thani bahkan mengunjungi Gaza dan menjanjikan ratusan juta untuk Jalur Gaza. Oleh karena itu, Qatar memberi Hamas bukan hanya sebuah rumah di Doha tapi juga dukungan finansial dan bantuan diplomatik.
Di tengah sejumlah negara Arab, Israel, dan Amerika Serikat memusuhi Ikhwanul Muslimin, Qatar justru tampil mendukung kiprah dakwah Ikhwan. Doha juga sudah membangun hubungan sejak lama dengan Ikhwanul Muslimin (IM). Doha memandang, Ikhwan telah menjadi lanskap politik baru di tengah arus transisi Arab Spring. Gerakan Ikhwan dinilai mampu menjawab kebutuhan kepemimpinan di tengah arus pro Barat dan otoritarian yang menghinggap sejumlah negara Arab.
Namun di sinilah yang membuat negara-negara teluk yang tergabung dalam Gulf Cooperation Council (GCC) pecah. Arab Spring memberi jurang lebar di antara anggota dalam meresponnya. Dan Qatar adalah pengecualian. Dia berdiri untuk rakyat Mesir, Suriah, Libya, Tunisia dan lain sebagainya. Di tengah anggota GCC memendam kekhawatiran revolusi Arab Spring akan menjalar ke negaranya. [Lihat: Abdullah Baabod Ph.D, Gulf Countries and Arab Transition: Role, Support, and Effects, 2014]
Revolusi di Arab pun merembet ke hubungan Doha dan Riyadh. Kedua negara pun terbelah dalam merespon gerakan IM. Ketika pemerintahan IM di Mesir digulingkan pada bulan Juli 2013, Arab Saudi mendukung pemimpin kudeta, Abdel Fattah al-Sisi, yang kini naik menjadi Presiden. Sementara Qatarmengambil jalan untuk mendukung Ikhwanul Muslimin, yang akhirnya mendorong Riyadh menekan Doha untuk mengubah jalan pikirannya. [Lihat: Lina Khatib, Qatar and Recalibration of Power in The Gulf, Carnegie Middle East Centre, 2014].
Itulah mengapa, Mesir terlibat dalam memusuhi Qatar dalam kisruh di negara teluk. Dosa Qatar di mata Mesir adalah mendukung Ikhwan yang dianggap pengacau otoritarianisme ‘rezim kudeta’ al-Sisi. Sikap Qatar yang menolak kudeta terhadap pemerintahan sah Muhammad Mursi membuat al-Sisi berang. Kiprah media terkemuka Aljazeera yang selama ini menyoroti pelanggaran HAM di Mesir, membuat dirinya murka. Saluran media multi platform tersebut ditutup. Bahkan sejumlah wartawan Aljazeera dipenjara. Terakhir rezim yang telah banyak membunuh warganya itu mendakwa wartawan Aljazeera Mahmoud Hussein hendak menciptakan kerusuhan di Mesir.
Militer Mesir, yang dipimpin oleh Jenderal al-Sisi, selalu mengklaim kiprahnya menjatuhkan Mursi sebagai bentuk “revolusi” yang mulia. Al-Sisi boleh menang di “darat”, tapi di “udara” ilmuwan politik dan headline utama berita internasional secara konsisten memberi label intervensi militer sebagai “kudeta”, yang membuat Sisi marah.Menurut ahli Media di the Doha Institute for Graduate Studies,Dr. Mohamad Elmasry, Aljazeera dianggap menjadi duri bagi pemerintah-pemerintahan otokratis di tanah Arab.
Keuntungan bagi Israel
Sejatinya, pihak yang paling diuntungkan dalam kisruh ini adalah Israel. Negara Zionis itu berharap tekanan kepada Qatar akan mendorong negara kaya minyak itu mengusir anggota Hamas dan akan mengurangi dukungannya terhadap kelompok tersebut. Hal ini sekaligus dapat mengisolasi hubungan Turki dengan Hamas. Dua pihak ini memang benalu bagi Israel. Apalagi Netanyahu baru-baru ini begitu murka saat Hamas mengeluarkan piagam baru yang banyak mendapatkan simpati warga dunia.
Upaya sejumlah negara memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar memungkinkan Israel untuk kian dekat dengan Arab Saudi dalam memainkan peran memerangi Hamas dan Ikhwanul Muslimin; dua kelompok yang selama ini terdepan melawan penjajahan Zionis atas tanah Palestina.
Hal ini sebagaimana ditegaskan Perdana Menteri Israel, Netanyahubahwa pemboikotan terhadap Qatar oleh negara-negara Arab telah menjadikan “Israel” telah sebagai partner bagi negara-negara Arab, bukan musuh!
Apresiasi untuk Saudi dan negara-negara Koalisi Arab juga disampaikan Menteri Pertahanan Israel Avigdor Lieberman. Menurut Lieberman, langkah ini akan membuat Israel memiliki peluang lebar kerjasama antara Israel dengan negara-negara Arab. ”Tidak ada keraguan bahwa ini membuka banyak kemungkinan untuk berkolaborasi dalam perang melawan teror,” tukas Lieberman.
Sementara itu, secara opini pemutusan hubungan diplomatik serempak ini akan menepis kesan Israel selama ini bertentangan dengan negara-negara Arab. Hal ini sebagaimana disampaikan Deputi Menteri Diplomasi Israel Michael Oren yang menegaskan, tidak ada lagi Israel melawan Arab. Yang ada adalah Israel dan Arab melawan teror yang didanai Qatar.
Terorisme yang dimaksud para petinggi Zionis ini tidak lain adalah Hamas dan Ikhwanul Muslimin. Kedua kelompok yang selama ini telah merepotkan Israel dan menghancurkan skenario proyek politik Zionisme di Tanah Arab.
Qatar Satu Visi dengan Iran?
Perlu diketahui, Qatar memegang prinsip politik penyeimbangan. Prinsip politik negara kaya minyak itu adalah independen. Pakar politik internasional dari University of Sussex, UK, Dr. Bernd Kaussler menyebut kebijakan luar negeri Qatar ini sebagai “activist foreign policy” di mana Qatar senantiasa melihat keuntungan ekonomi maupun politik serta memastikan keamanan politik negaranya. [Lihat: Bernd Kaussler, Tracing Qatar’s Foreign Policy and its Impact on Regional Security]
Maka itu dengan pilihan politik ini, Qatar kerap tidak bisa diintervensi oleh negara lain, baik itu Saudi, Amerika, bahkan Iran sekalipun.
Bahwa Qatar punya kedekatan dengan Iran itu fakta. Namun demikian memvonis Qatar memiliki sikap politik yang sama dengan Iran adalah kesimpulan yang prematur. Sebagai negara yang sangat memerhatikan kondisi keamanan domestik, Qatar mustahil memberi celah bagi Iran untuk bermain di negaranya. Mengingat Iran memiliki rekam jejak mendukung kudeta di negara-negara mayoritas Ahlus sunah. Hal ini dipahami betul oleh Qatar.
Qatar bukan tidak pernah konflik dengan Iran. Hal itu beberapa kali terjadi dalam merespon berbagai isu. Salah satunya ketika Kedutaan Arab Saudi di Teheran dibakar pada tahun 2016. Merespon tindakan kekerasan warga Iran, Qatar langsung mengecam serangan tersebut dan memanggil duta besarnya dari Teheran. Sementara Kementerian Luar Negeri Qatar mengeluarkan sebuah pernyataan protes di kedutaan Iran di Doha yang mengatakan bahwa hal tersebut merupakan pelanggaran terhadap piagam dan norma internasional yang menekankan perlindungan misi diplomatik dan staf mereka.
Hassan Rouhani juga mengritik sepak terjang Qatar di Suriah. Ketika pembicaraan damai antara faksi oposisi dan rezim Assad berlangsung di Astana, Iran meminta agar Qatar dan Arab Saudi tidak perlu ikut campur urusan internal di Suriah. Bahkan menyebut Qatar telah membantu teroris.
“Beberapa negara tidak seharusnya menghadiri pembicaraan karena peran mereka merusak. Mereka membantu para teroris,” ujarnya.
Dukungan Qatar terhadap kelompok perjuangan Suriah seharusnya menjadi sinyal bahwa Qatar punya prinsip politik independen yang tidak bisa dipengaruhi oleh Iran.Maka membaca politik Qatar dengan Iran, tidak bisa kita lakukan secara rigid.
Jalan Dialog
Jika Arab Saudi dan negara teluk terus memusuhi Qatar, yang diuntungkan adalah Iran. Negara Syiah itu akan memanfaatkan pecahnya negara-negara Arab untuk mendekati Qatar yang selama ini sulit mereka lakukan karena selalu berbenturan dengan Arab Saudi.
Perlu dicatat, meskipun negara kecil, Qatar menyimpan kekuatan politik yang besar. Kekuatannya tidak bisa diremehkan. Dengan potensi finansial yang besar,Qatar menjelman menjadi negara yang diperhitungkan di Arab. Qatar dan Iran sama-sama memiliki ladang gas terbesar di Timur Tengah dan keduanya secara aktif berupaya mengekspor gas itu ke kawasan tersebut. Ladang gas ‘’North Dome’’ milik Qatar dan ladang gas ‘’South Pars’’ milik Iran, yang terletak saling berdampingan. Qatar adalah sekutu Barat, sementara Iran menjadi sekutu Rusia. Mantan presiden Iran yang juga pernah menjadi menteri keuangan – Abolhassan Bani Sadr – pernah mengatakan pada sebuah media, Iran berbagi delapan ladang gas dan minyak miliknya dengan negara-negara Teluk lainnya, termasuk diantaranya pada Qatar; yang menurutnya telah mengambil keuntungan dari Iran. Sementara itu hubungan dengan Qatar adalah sesuatu yang menjanjikan bagi Iran untuk melebarkan pengaruhnya di Timur Tengah.
Tanda-tanda itu tampaknya sudah mulai mendekati. Buntut dari kisruh ini, Qatar didepak dari Koalisi Arab yang melawan agresi kelompok pemberontak Syiah al Houthi. Koalisi Arab resmi melarang pasukan Qatar bergabung. Tentu ini angin segar bagi Iran dan bisa jadi itu yang sebenarnya diinginkan dari “proyek” memecah belah Arab. Bagaimanapun, Qatar memiliki kebijakan soft power yang selalu menitikberatkan nilai ekonomi dan keamanan negaranya. Ketika dia ditinggalkan oleh negara lain, maka dia butuh partner yang lain. Meski secara politik, Qatar bermain dua kaki.
Maka jalan yang lebih pas untuk menyelesaikan masalah ini adalah dialog. Apalagi Qatar sudah menegaskan terjadi kesalahpahaman negara-negara Arab atas berita palsu yang beredar.
Langkah yang patut ditiru adalah sikap Turki. Erdogan tidak mau terjebak untuk ikut memusuhi Qatar. Yang dilakukan Turki justru menawarkan diri untuk menjadi perantara jalan islah. Hal ini sesuai dengan hadis nabi: mendamaikan saudara muslim yang berselisih adalah shodaqoh.
Yang yang tidak kalah penting, agar umat tidak selalu menjadi bagian kelompok yang bingung, di tengah geliat dan gairah ‘kebangkitan’, umat Islam –khususnya pemimpin-pemimpin Negara Muslim–harus tetap sadar bahwa kita akan terus-menerus diadu domba oleh musuh, dalam bentuk tekanan ekonomi, tekanan politik dan berbagai jenisnya. Terus jalin ukhuwah, persempit perbedaan, perbesar kesamaan. Istiqomah untuk menjaga peratuan dan sandarkan hati kita kepada informasi yang tidak akan pernah menyesatkan; Al-Quran dan Sunnah, serta tetap ikut dalam barisan ulamah sholeh sambil menunggu skenario terbaik Allah, sebaik-baik pembuat makar.Wallahu a’lam.
0 coment�rios:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.